Kamis, 29 November 2007

i`m never too late..


Malam ini bisa dikatakan malam paling sial, bagi saya.. bagaimana tidak..ketika mau ngeprint company profile tinta printer nggak rata warnanya/mungkin juga habis, terus yang kedua sambil nunggu ngeprint coba buka internet terus memposting blog sambil iseng saya buka mail yahoo yang hampir seminggu tidak di buka, mungkin karena kesibukan atau banyak hal yang mesti di selesaikan. Ujung-ujungnya begitu melihat mail balasan sempat mengernyitkan dahi…sambil mengumpat…fiuh!!! Sialan…


Masih ingat dalam pikiran, minggu kemarin dengan “semangat `45 dan semangat reformasi” saya belain begadangan bikin logo ternyata hasilnya sia-sia..walaupun logo tersebut masih dalam kompetisi/sayembara logo tetapi setidaknya setelah membaca email tersebut akhirnya langsung terfokus pada tulisan... “Undeliverable: DESAIN LOGO Alt1” begitu juga kiriman email yang kedua, mental semua alias tidak nyampe ke panitia lomba!


Kalo kita lihat kronologisnya memang tidak ribet sih..cuman terlalau mempet saya mengeksekusi itu logo, padahal jauh hari tahu betul bahwa ada lomba desain logo BEI (Bursa Efek Indonesia) cuman gak inget kapan batas terakhir pengiriman, pada hari ketiga batas akhir pengiriman ternyata baru inget setelah ada informasi dari teman . Dua hari begadangan mulai bikin rough logo/ sketsa awal sampai FA logo dan konsepnya akhirnya selesai juga, untungnya materi pengiriman bisa lewat email walaupun date-line masih satu hari lagi tetapi malam sebelumnya sudah saya kirim itu materi logo.


Hari ini, malam ini, barusan tadi begitu membuka mail……ah..ya sudahlah! Never too late...walaupun tidak terlambat tetapi kalo materi desain nggak nyampe ke panitia tetap aja diskualifikasi. Kalaupun tidak bisa untuk orang lain setidaknya sudah berkarya untuk diri sendiri...

Sebuah masterpiece berawal dari sini





Mungkin ini salah satu kata yang tepat untuk menggambarkan sebuah awal dari kreativitas, Nasywa atau barangkali anak seumurnya bisa jadi mengekpresikan keingintahuannya bisa dimana saja dan mereka tentu tidak tinggal diam apabila ada sesuatu hal yang baru kemudian menirunya atau setidaknya mengikuti gayanya walaupun tidak sepenuhnya sama benar.

Mungkin tidak hanya Nasywa saja ketika disekitar rumah kita temui bermacam coretan gambar atau sekedar tulisan yang gak jelas maksudnya, yah..itulah anak-anak. Kita tidak bisa melarangnya untuk berkreasi ibarat mau nulis dimana saja, menggambar di mana saja saya persilakan. Mau apalagi kita larang dia nangis, kita tegur dia ngambek..tapi dalam benak saya biar saja mereka berekspresi dimana saja asal masih dalam wilayah teritorial rumah kita, tidak terbayangkan jika Nasywa mulai menggambar/mencorat coret tembok orang lain tentunya kita tidak terima ibarat anak kecil sudak kita kenalkan vandalism yang tentunya tidak baik untuk perkembangannya.

Kita ingat mungkin seorang Rembrant, Salvador Dali, Affandi, Jeihan samapi Eddie Hara yang dengan lukisannya berkarakter naif berawal dari sini, maksudnya ketika beliau masih kecil sama juga dengan Nasywa yang menggamabr dimana saja. Mungkin juga seorang desainer atau seorang arsitek berawal dari sini sebuah kapur tulis/pensil mereka goreskan di ruang rumah. Biarkan Nasywa berkarya apa saja asal masih dilingkungan rumah kita, toh kalau kita bosen ataupun kotor tinggal mengecat ulang saja..ayo Nasywa terus berkarya..ajak si kembar Nadira dan Nabila ikut berkarya...!

Makan apa, nak!


Seperti biasanya kalo kita lagi istirahat makan siang, pasti nentuin kita mau makan dimana bukannya kita mau makan apa, ngomongin tentang makan..what ever-lah gak jadi soal, nah kalo nentuin tempat makan ini yang bikin kita bingung mau makan dimana. Bla-bla-bla dan sebagainya akhirnya ditentuin tempatnya yang menurut saya udah bosen juga itu tempat, akhirnya kita makan di "laler1" ya laler 1!/ Begitu kita mendengarnya kayaknya serem masak kita makan di tempat laler...yach itu mungkin kata orang yang belum ngerti bener di mana tuh lokasi dan saya pun tak tahu siapa yang membikin pertama kali nama "laler" tersebut, memang bener sih kenapa dinamakan laler karena tempatnya yang terbuka dan tentunya banyak (ada) lalernya.Ih...jijay kayaknya, tapi enggak kok justru orang-orang dari berbagai kantor banyak yang dateng kesini dengan menu variatif dan yang paling mengasyikkan pemandangan di "sekitarnya" maksudnya kita bisa lihat suasana lain jika kalau kita makan di kantor ketemu itu-itu juga. Di laler ini kita makan beratap pohon, ruang terbuka, pandangan luas dan angin berhembus ketika kita selesai makan..seakan tinggal menunggu bantal untuk menemaninya (perut kenyang paling enak tidur), kalo kita-kita ke sana pasti ngobrol ngalor ngidul entah itu ngomongin masalah kantor dan orang-orangnya sampai ngomongin "updeate-an" yang selalu mengilhami disaat-saat kita lagi nyantai.

Ngomong2 tentang laler ada beberapa temenku yang tidak mau makan hanya masalah sepele, mungkin salah satunya saya.Kali ini bukan masalah menu makanannya yang gak enak, bukan masalah harga yang mahal tetapi sebenarnya simple aja sih..si ibu maksudnya yang jual makanan selalu menyebut kita-kita ini dengan sebutan "nak", menurut saya hal yang biasa di telinga tetapi tidak biasa ketika diucapkan ke semua orang (semua orang belum tentu menerima). Sebenarnya istilah "nak" itu biasanya disampaikan dari orang tua ke anaknya sama saja halnya dengan orang jawa untuk menyebut "nduk/genduk" dan "le/thole" atau sebutan "buyung" dan "upik" untuk orang Minang. "Makan apa nak...." mendengar kata itu temennku sempet berkata balik "Ibu memanggil saya nak, saya ini sudah punya anak lho bu....!", ternyata temenku tidak mau menerima panggilan tersebut. Suatu hari masih di warung makan ibu ini dan di "laler 1" datang seorang yang menurut saya beliau seorang yang menduduki jabatan tinggi di kantor kami dan secara kebetulan makan di warung tersebut dan anehnya tetap saja ibu itu memangilnya "...tadi makan apa nak..", dalam hati saya mungkin ibu ini masih keturunan ningrat jadi setiap ngomong tidak memandang kelas status atau merasa lebih tinggi.... Padahal kalau di tilik umur yang makan di warung tersebut sebagian sudah berumah tangga bahkan ada anaknya yang sudah SMA tetap saja di panggil "nak"...

Yach..daripada kesel di panggil "nak' mendingan gak usah makan di warung ibu tadi, itulah yang diomongin temen-temen ketika saya nawarin makan siang di warung tersebut.Ayo nak cuci tangan cuci kaki terus bobo ya....

Kamis, 15 November 2007


Hujan Badai, Banjir dan Jakarta Macet..



Rabu kemarin, ketika saya mau makan siang ke luar kantor ternyata cuaca tidak memungkinkan. Akhirnya dengan temen-temen seperti biasa hari ini makan di kantin atas dengan menu yang standard alias biasa-biasa saja, baik itu di kantin Bu Bagyo, di mama Toni atau Bu Kriting. dari pecel lele, pecel ayam, oseng buncis, sayur asem ikan asin sampai sota Betawi. Maklum hujan dimana-mana. Setelah dari kantin di jam istirahat buka berita di detik.com ternyata hujan disertai angin ribut dimana-mana, Bundaran HI Macet 2 km karena ada billboard roboh, di Tebet jalannan macet karena papan reklame tumbang, karena hujan disertai angin kencang Jakarta macet. Nggak nyampe sepersekian menit saya baca berita tersebut akhirnya saya tinggalkan itu komputer sambil nerusin kerjaan yang belum selesai. Jakarta macet, lewat mana jalur alternatifnya, pulang jam nerapa? Nyampe rumah kembar sudah bobo belum? Itulah yang ada di pikiran saya..
....dua jam kemudian..saya iseng mencoba nyari berita di televisi dari Metro TV saya pelototin news ticker yang selalu update informasinya, kemudian saya tonton juga Lintas 5 sampai Liputan 6 tentang infomasi banjir dan pohon tumbang di jakarta, walaupun sebentar saya nonton tetapi cukuplah buat saya untuk menunggu macet sambil kongkow-kongkow ama temen di kantor. menjelang jam 8 malam akhirnya cukuplah saya bertahan di kantor. Akhirnya, bismillah saya pulang dengan pikiran "jangan-jangan", jangan-jangan tol macet dan sebagainya. Akhirnya ketika keluar dari Rawamangun..kok jalan sepertinya biasa saja, tak ada tanda-tanda bekas pohon tumbang sementara mobil tetap saja jalan melenggang, Rawamangun teleh kulewati perempatan by pass-pun sama juga, tak ada kemacetan berarti. Terus akhirnya masuk tol ke arah cibubur juga sama..jalanan lancar seperti biasa, bahkan sampai rumah-pun si kembar masih belom bobo dan waktu tempuh gak terlalau lama seperti hari biasa, kurang lebih sekitar 40 menit. Bahkan saya tanyakan ke istri ternyata daerah Cibubur cuaca berawan dan seharian tidak hujan.
Saya jadi berpikir ulang, inikah imbas dari euforia media atau cepatnya arus informasi sehingga ketika kita melihat atau mendengar informasi/berita semua media menayangkan/menyiarkan informasi yang sama. Dan sampai di rumah akhirnya berpikir..Sialan hari ini saya di boongin oleh media!

Rabu, 14 November 2007

Indahnya Rambut Beruban

Uban putih adalah uban yang terbaik diantara uban, coba masih ingatkah ketika kita masih kecil orang bilang kalo rambut setengah uban pikin kepala pusing, rambut warna kecoklatan (maksudnya setengah uban juga) bikin kepala jadi gatel. Makanya orang jaman dulu tumbuh uban yang setengah-setengah langsung buru-buru di cabut, tetapi ada juga yang sudah sehelai penuh rambut beruban putih toh dicabut juga... Tapi menurut saya lebih indah lagi jika rambut sudah beruban penuh, walaupun sehelai atau beberapa helai diantara rambut hitam di kepala seakan-akan muncul "mutiara muncul di kegelapan", atau bisa juga rambut yang sudah beruban penuh di kepala dan tak ada sehelai pun rambut hitam dikepalanya seperti Hatta Rajasa, semakin menambah seksi dan eksotis saja itu penampilan.

Apa jadinya kalo lihat anak masih muda rambut sudah beruban, setidaknya orang pasti akan melihat lebih intens..yach inilah mungkin orang sudah tua, atau juga mungkin lagi ngetrend pake cat rambut dengan bermacam warna atau bisa jadi memang bener-bener uban beneran (maksudnya udah ada uban sejak masih muda). Emang kalo orang ubanan pertanda sudah tua? Enggak juga...saya pede aja dengan rambut beruban justru semakin eye catching...dan bangga, karena setap orang pasti mengamati atau setidaknya melihat saya...

Masih ingat di benak saya, ketika masih kecil dengan senangnya mencabuti uban kakek almarhum.Waktu itu sehabis pulang sekolah jam 10 pagi sudah seperti biasa, saya sudah siap untuk mencabuti rambut uban kakek dan ternyata ada "kompensasi"nya loh...Beliau bilang kalo dapat sepuluh helai saya kasih kamu duit Rp. 10,-, namanya anak kecil lumayan juga utuk duit segitu pada masa itu! Setelah aku pikir sekarang wah ternyata masih kecil saya sudah bisa "side job" nyabutin uban kakek he..he...