Jumat, 16 Oktober 2009

Kata-kata bijak dari Dorothy Law Nolte

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.

JIka anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.

Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri.

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.

Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan.

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Kamis, 15 Oktober 2009

Unbalance



Coba perhatikan suasana tenang di sebuah kampung di Koto Kociak, Payakumbuh, Sumatera Barat dengan betapa "tenangnya" sebuah kemacetan di daerah Slipi, Jakarta Barat....seandainya kita disuruh memilih tentunya pilih yang tengah..!

Jumat, 09 Oktober 2009

Coretan Nasywa asal ngawur...





Anak adalah titipan Tuhan yang diberikan kepada kita selaku orang tua untuk mendidik, membimbing sekaligus mengarahkan ke masa depan yang dia inginkan, Kadang selaku orangtua memaksakan kepada anak untuk mengikuti yang orangtua inginkan, Tidak salah memang, namun juga belum tentu benar. Karena setiap anak ada kelebihan dan kekurangannya. Justru keduanya bila digabungkan menjadi sebuah keunikan tersendiri.Orang bilang lain dari yang biasa. Istilah marketingnya Unique Selling Point (USP), disini bukan mau membahasa tentang marketing bukan pula membahas sebuah keunikan.

Rabu kemarin saya sengaja tiduran dikamar Nasywa, seperti biasanya ketika habis pulang kerja saya sempatkan untuk bercengkerama/berkomunikasi dengan ketiga anak-anak saya. Topik obrolannya bermacam-macam, Nabila sering bercerita tentang si Fathan temen sekolahnya di TK Islam Terpadu yang kalo dikelas bikin gaduh melulu. Sementara Nadira kembaranya bercerita tentang si Jihan, tetangga rumah yang pinginnya main sama si kembar terus. Padahal kembar sudah tidak mau bermain debngannya karena pingin bobok siang. Sementara sang kakak si Nasywa tidak banyak omong tentang kegiatan sehari-harinya.Ketika saya menanyakan apakah mereka bertiga tidur siang, si kembar (Nadira dan nabila) langsung angkat tanganmengacungkan jari kanannya. Sementara kakaknya diam saja, Nasywa hanya diam sedikit berucap kalo siang tidak tidur dan lagi menggambar alasannya. Akhirnya saya pingin tahu juga bukti hasil dia tidak tidur itu seperti apa. Hanya alasan atau memang digunakan waktunya untuk menggambar.Saya minta lembar demi lembar hasil coretan tangan Nasywa, ternyata benar juga dia tidak bobok siang digunakan waktunya untuk menggambar. Begitu melihat hasil gambarnya saya jadi kagum dengan hasilnya..sungguh diluar dugaan.

Kertas hasil gambar pertama saya komentari, secara teknis sudah cukup lumayan. Komposisi warna, bidang dan garis sudah berani. Tarikan garisnya atraktif (mungkin juga factor emosional anak) pensil/crayon dicoretkan dengan cara ditekan. Biasanya anak-anak menggambar lebih berani, tidak pelan-pelan atau dihapus berulang-ulang. Kalo saya lihat coretan Nasywa lebih ke ekspresi. Hal ini terlihat pada gambar ketiga(paling bawah) dimana cara menggambarnya tidak perlu pakai pensil dulu melainkan langsung menorehkan crayon dibidang gambar. Keberanian menuangkan bentuk visual patut diajungi jempol. Tetapi pada gambar kesatu dan kedua (gambar paling atas dan tengah), Nasywa memasih memerlukan bantuan untuk memvisualkan bentuk, ini terlihat masih adanya pensil untuk dasar memulai coretannya. Itupun juga dengan goresan cukup tegas (lihat gambar 2) dimana bentuk orang dia gambarkan dengan tarikan pensil yang cukup berani. Tegas dengan bekas pensil yang tebal dan sekali tarik, tidak diulang-ulang, tipis apalagi dihapus terus digambar lagi. Sepertinya menggunakan penghapus pantangan buat dia dalam menggambar.

Komposisi warna juga sudah lumayan, meskipun teknik arsirnya masik acak-kadut, nggak masalah sah-sah saja. Tetapi biasanya jadi masalah jika yang menilai itu bapak/ibu guru disekolahnya. Beliau menilai gambar anak muridnya dengan factor kerapian salah satunya. Kalau parameternya dari kerapian nilai menggambar Nasywa disekolah memang biasa-biasa saja. Guru dia lupa bahwa menggambar tidak dinilai dari kerapian saja tetapi juga objek yang digambar, komposisi warna, bentuk dan yang lebih penting kemampuan menerjemahkan ide kedalam bentuk visual. Saya selalu menekankan kepada Nasywa kalau menggambar jangan gambar itu-itu saja, usahakan ada obyek lainnya. Kalo bisa bidang gambar harus penuh dengan gambar lainnya, tidak kosong hanya berupa warna saja.Seumpama gambar pemandangan isilah bidang gambar itu dengan berbagai unsure visual yang sesuai dengan suasana pemamndangan/pedesaan, semisal yang standar ada gunung dua ditengahnya jalan dan disampingnya sawah ditambahkan lagi obyeknya. Mungkin ada orang naik kuda, pak tani lagi mencangkul, atau anak kecil lagi mainlayangan dan masih banyak lagi. Dasar anak kecil, ketika lagi menggambar dia lebih banyak bicaranya sambil bercerita tentang yang digambarnya. Benar-benar dihayati!.

Duh Nasywa, kerjaanya cuma menggambar terus..jangan mengikuti seperti ayah, gumamku dalam hati. Meski main congklak, bola bekel, main games di handphone terkadang suka mainin computer ayah. Tetap saja kamu nggak jauh dari kertas dan crayon.