Rabu, 10 Juni 2009

Diplomasi 10 Menit


Minggu-minggu ini mungkin rasa capek dibadan tidak terlalu mengganggu saya, dibanding minggu sebelumnya. Setelah pekerjaan di kantor yang menumpuk akhirnya Selasa sore bisa agak lega dan longgar untuk menyempatkan bermain bulu tangkis usai jam kerja kantor. Meskipun telat namun satu set bermain membuat badan menjadi fresh kembali. Jam belum berputar ke angka 7 malam, permainan badminton sudah selesai. Sempat ngobrol sebentar dengan teman sekedar menunggu hilangnya keringat yang tersisa di badan.
Tak lama sebentar saya cabut dari hall bulutangkis pulang ke arah Cibubur, sebenarnya ketika mau berangkat kerja sudah punya niat untuk mengisi bahan bakar mengingat jarum penunjuk sudah digaris merah. Namun sayang, ketika pas di depan SPBU Pemuda, Rawamangun saya mengambil di marka kanan sehingga tidak sempat untuk berhenti mengisi bahan bakar. Akhirnya berlanjut untuk mencari SPBU, toh di pinggir Rawamangun sebelum masuk tol masih ada juga.
Belum belok ke kiri menuju arah by pass, tiba-tiba polisi sudah memberhentikan mobil saya. Ada apa ini, pikirku dalam hati. Saya sudah menebak paling kesalahan saya tidak menggunakan seatbelt, karena mau mengisi bahan bakar dan dengan jarak yang dekat. Ternyata benar juga apa yang saya pikirkan. Sempat ngotot juga dengan polisi, berikut dialognya:

Polisi: “Selamat malam pak...”
Ubanputih: “Malam”
Polisi: “Bapak tahu gak kesalahannya?”
Ubanputih: “Tahu pak, saya tidak mengenakan sabuk pengaman”
Polisi: :Kenapa kalo tahu salah kok gak dipakai sabuk pengaman”
Ubanputih: “Tadinya mau ngisi bensin di SPBU Pemuda, karena mau ngambil dompet di celana susah, makannya seatbelt saya lepas dulu..”


Kemudian polisi memeriksa SIM dan STNK saya, sembari ngedumel, sementara saya diam saja.
Polisi: “Sudahlah saya nggak mau tahu, Anda punya waktu kapan? Hari Jumat di Pengadilan Jakarta Timur ya..”

Saya dengar kalimat “Anda punya waktu kapan?” ini menurut saya kalimat yang cukup bermakna, bisa jadi sang polisi minta suap atau menanyakan dalam arti sebenarnya. Tapi saya masih positiv thinking. Akhirnya saya keluarkan uang Rp.100.000,- yang ada samping dashboard, sembari berkata...

Ubanputih: “ Nih Pak, tadinya saya mau ngisi bensin Rp.100.000,_, karena SPBU sudah lewat akhirnya tidak jadi”
Ternyata jawaban polisi tidak nyambung dengan ucapan saya.
Polisi: “Apa-apaan nih..?

Kalimat ini bisa juga mempunyai 2 makna, bisa menerima atau menolak suap, padahal saya tidak berniat menyuap. Saya cuma menjelaskan bahwa saya mau mengisi bahan bakar Rp. 100.000,-, itu saja.
Daripada waktu habis berurusan dengan polisi, akhirnya saya dengan nada rendah saya bilang..

Ubanputih: ” Sudahlah pak....saya memang salah...Ngikut apa yang bapak mauin, ditilang monggo. Saya menghormati keputusan bapak, saya menghormati pekerjaan bapak yang mungkin capek mengatur lalu lintas dari pagi hingga malam hari. Kita sama-sama capek pak, saya bekerja dari pagi hingga malam (sambil menunjukkan kartu id card saya). Silakan pak, kalo ditilang...“

Akhirnya polisi tadi tak berapa lama mengembalikan SIM dan STNK saya....dengan berkata singkat.
Polisi: “Ya sudah pak, lain kali kenakan sabuk pengaman, selamat jalan...”

Legaaa rasanya, setelah diplomasi politik dengan aparat sekiata 10 menit. Intinya kalo kita berbuat salah dijalan mendingan kita ngaku saja, jangan ngotot. Hormatilah kerja polisi, pasti mereka akan simpati kepada kita. Atau bisa jadi mungkin polisi membebaskan saya datri tilang karena melihat id card saya. Bisa jadi....

Tidak ada komentar: