Rabu, 30 Januari 2008

Reformasi dan Pak Harto


Banyak orang bilang bahwa hidup sekarang lebih susah ketika dibanding dengan masa jaman Pak Harto, itupun setelah lama penantian akan hasil dari reformasi yang ditunggu-tunggu juga tidak nampak, bahkan bertambah buruk. Toh harga-harga tetap diatas langit, daya beli masyarakat turun. Spanduk dan promosi barang kebutuhan pokok muncul dimana-mana, mulai dari harga gula pasir berbandrol, telur per kilo. Muncul spanduk/flyer di pinggir jalan, kelihatan aneh tapi memang kenyataannya demikian. Kalo kita tangkap dari pesan yang disampaikan dalam spanduk/flyer itu bisa saya tangkap ternyata daya beli masyarakat kita sangat kurang sampai-sampai harga sembako muncul lewat media spanduk. sungguh daya beli kita sangat turun, orang lebih hati-hati ketika mau mengeluarkan anggaran belanja walaupun itu sangat vital, semacam beras, gula, minah dan sebagainya. Dari kenyataan di atas terus kita berasumsi dan bertanya pada diri sendiri, inikah imbas dari reformasi? Membuat hidup makin susah? Saya tidak bisa beropini mengenai ini..

Partai Bintang Bulan, Partai Cinta Kemerdekaan, Partai Satu Nusa Satu Bangsa, Partai Cinta Inul, Partai Ancol eh..maksudnya Pantai Ancol (garing ya...), muncul dimana-mana. Ibarat seperti jamur di musim hujan. Inilah hasil dari reformasi orang bebas berekspresi, berkumpul mengeluarkan pendapat. Tetapi dari munculnya beribu partai mulai dari partai gurem, kakaknya gurem sampai kakeknya gurem ada satu yang saya belum bisa menerima. Munculnya partai baru itu karena murni dari perjuangan seorang yang ingin mengubah/menyampaikan gagasan aatu sekedar eksis untuk mendapat dana kucuran dan selanjutnya untuk kepentingan segelintir orang. Saking bebasnya mengeluarkan pendapat/pikiran seakan kita hidup dalam sebuah hutan walau[un tidak sepenuhnya benar. Bebas boleh saja tetapi bebas yang bertanggung jawab, ini istilah orde baru memang, tetapi masih relevan untuk jaman sekarang.

Pak Harto, mungkin kalo saya memanggilnya bisa eyang/mbah karena umur Pak harto ketika wafat seumur nenek saya. Sungguh manusia yang mempunyai kelebihan dan kekurangan, namanya juga manusia..hanya nabi saja yang sempurna.Sebutan "bapak pembangunan" bisa jadi memang benar karena semasa beliau pimpin Indonesia maju pesat baik dari sektor ekonomi maupun industri. Pabrik didirikan dimana -mana, kita bisa ber-swasembada, investor masuk ke Indonesia silih berdatangan ujung-ujungnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi naik sekitar 8%. sebuah prestasi yang membanggakan!.
Sebutan "bapak korupsi" mungkin bisa juga benar..karena ketika pertumbuhan ekonomi meningkat, pembangunan dimana-mana bisa jadi Pak Harto pinjem dari luar negeri, mungkin juga kucuran dari IMF, World Bank dan sebagainya. Dan saya yakin birokrasi terbentuk karena kelemahan kontrol/pengawasan yang sangat lemah, di sinilah munculnya praktek KKN. Inilah imbas dari berhasilnya pembangunan di segala bidang. Namanya juga jug apembangunan pasti ada imbas positif dan negatifnya. Saya yakin benar namanya manusia tak ada yang sempurna, pikiran kita pun juga tidak sanggup untuk mengatasi masalah apalagi masalah bangsa, ketyika di akhir jaman Pak Harto mmeerintah muncukl krisis dimana-mana, kalo saya mungkin stress berat, bisa jadi mungkin beliau bisa "pecas ndahe"( bahasa anak solo).

Tetapi itulah jalan yang terbaik buat Pak Harto untuk lengser keprabon mandeg pandhito, ya..karena di paksa oleh keadaan bangsa yang carut marut rakyat sudah tidak percaya terhadap kepemimpinananya, karena juga terlalu lama berkuasa bisa jadi masalahnya. Banyak orang berkata seandainya Pak Harto tidak bersedia dicalonkan sebagai presiden dalam SU MPR, mungkin akan lebih elegan beliau turun dari tahta kerajaan. Tetapi sekali lagi, saya berpendapat tidak mungkin seorang Pak Harto ingin berkuasa lagi meskipun telah sepuh, yang menjadi masalah karena banyaknya pembisik di sekeliling beliau. Seperti permainan catur ketika sang raja tinggal sendirian mending menyerah kalah didepan dari pada mati sia-sia.

Semua telah berjalan, semua telah berlalu..orang boleh ngomong enakan jaman Pak Harto dibanding jaman sekarang, dan sayapun bisa juga mengatakan demikian bisa juga mengatakan tidak. Walaupun beasiswa Super Semar pernah saya terima dan cukup berarti dalam menopang jalannya perkuliahaan saya, tetapi saya selalu berpendapat bahwa manusia tak ada yang sempurna, kekurangan dan kelebihan pasti ada. Selamat jalan Eyang Harto...

Tidak ada komentar: